Masrizky.id – Di tengah kebisingan digital yang tak pernah berhenti, ada Generasi Z—generasi yang tumbuh bersama teknologi, membangun kehidupan di dunia nyata dan virtual secara bersamaan. Bagi mereka, internet bukan sekadar alat melainkan rumah kedua yang selalu menyala.
Namun di balik koneksi tanpa batas ini ada kabut yang pelan-pelan menyelimuti pikiran mereka. Kabut itu sering disebut brain fog.
Bayangkan sedang mencoba membaca buku favorit, tapi setiap kalimat terasa buram. Atau mencoba menyelesaikan tugas sederhana namun pikiran seperti berjalan di lumpur, berat dan lambat. Itulah yang dirasakan banyak anggota Gen Z hari ini. Brain fog bukan hanya soal lupa sesuatu, melainkan sebuah kondisi di mana fokus, produktivitas, bahkan motivasi terasa menghilang begitu saja.
Kabut Pikiran yang Mewarnai Era Digital
Generasi Z dikenal sebagai digital natives. Mereka tidak mengenal dunia tanpa internet atau ponsel pintar. Hidup mereka terhubung dengan layar sejak usia dini. Dari mengerjakan tugas sekolah hingga berinteraksi dengan teman-teman, semuanya terjadi di dunia maya. Sayangnya, kenyamanan ini membawa dampak lain yang sering tidak disadari.
Salah satu penyebab utama brain fog adalah paparan teknologi yang berlebihan. Saat setiap notifikasi menarik perhatian, setiap media sosial berlomba-lomba mencuri waktu, otak bekerja lebih keras untuk memproses informasi yang terus mengalir. Dalam sehari otak seorang remaja Gen Z mungkin harus menyaring ratusan, bahkan ribuan data yang muncul di layar.
Ada istilah information overload, dan Gen Z hidup di tengah pusarannya. Informasi yang datang terlalu cepat membuat otak sulit membedakan mana yang relevan dan mana yang tidak. Akibatnya fokus menjadi kabur, seperti lensa kamera yang tidak menemukan titik tajam.
Tidak hanya itu multitasking digital juga menjadi tantangan besar. Banyak yang merasa bangga bisa berpindah-pindah antara belajar, membuka aplikasi chatting, dan menonton video secara bersamaan.
Tapi nyatanya, kebiasaan ini justru merusak kemampuan otak untuk fokus pada satu hal. Otak dirancang untuk memproses satu tugas pada satu waktu. Ketika dipaksa melakukan banyak hal sekaligus, performanya menurun.
Tidur yang Terganggu, Pikiran yang Kacau
Selain overload informasi, pola tidur Gen Z juga sering terganggu oleh kebiasaan menatap layar sebelum tidur. Cahaya biru yang dipancarkan oleh perangkat elektronik terbukti menghambat produksi melatonin, hormon yang membantu tubuh bersiap untuk tidur. Akibatnya banyak yang terjaga hingga larut malam, mencoba tidur tapi merasa gelisah.
Kurang tidur ini tidak hanya membuat tubuh lelah, tetapi juga memengaruhi kemampuan otak untuk bekerja optimal. Ketika tubuh kekurangan istirahat, otak kehilangan waktu untuk memproses informasi yang diterima sepanjang hari. Hasilnya keesokan hari pikiran terasa berat dan lambat seperti tertutup kabut.
Tantangan yang Menguji Keseimbangan Generasi Z
Namun brain fog hanyalah salah satu dari sekian banyak tantangan yang harus dihadapi Generasi Z. Mereka tumbuh di dunia yang penuh perubahan di mana ekspektasi tinggi datang dari berbagai arah.
Tekanan Media Sosial
Media sosial menjadi salah satu aspek paling paradoks dalam kehidupan Gen Z. Di satu sisi platform ini menjadi tempat untuk mengekspresikan diri, menemukan inspirasi, dan berkomunikasi dengan dunia. Namun di sisi lain media sosial juga menjadi sumber tekanan yang tidak pernah hilang.
Bayangkan membuka Instagram dan melihat hidup orang lain yang terlihat sempurna—foto liburan, pencapaian karier, atau hubungan yang bahagia. Meski tahu itu hanya bagian kecil dari hidup mereka, sulit untuk tidak membandingkan diri sendiri. Ini menciptakan tekanan untuk terus tampil sempurna memposting hal-hal menarik dan selalu terlihat bahagia meski kenyataannya jauh dari itu.
Ketidakpastian Ekonomi
Di luar layar ada realitas lain yang menghadang Gen Z. Ketidakpastian ekonomi. Banyak yang tumbuh dalam bayang-bayang resesi global melihat generasi sebelumnya menghadapi krisis keuangan. Ini meninggalkan jejak ketakutan akan masa depan yang tidak pasti.
Pasar kerja yang kompetitif membuat banyak anak muda merasa harus bekerja lebih keras untuk mencapai stabilitas finansial. Namun ekspektasi ini sering bertabrakan dengan kenyataan yang sulit. Banyak yang terjebak dalam pekerjaan yang tidak sesuai dengan minat atau pendidikan mereka, hanya demi memenuhi kebutuhan.
Isu Sosial dan Lingkungan
Tidak cukup sampai di situ Generasi Z juga berada di garis depan isu-isu besar seperti perubahan iklim, ketidakadilan sosial, dan polarisasi politik. Mereka tumbuh dengan kesadaran bahwa dunia sedang menghadapi krisis besar, tetapi sering kali merasa tidak berdaya untuk membuat perubahan yang signifikan.
Brain Fog di Tengah Tantangan Hidup
Di tengah semua ini, brain fog menjadi bagian dari perjalanan hidup Gen Z. Kabut pikiran ini bukan hanya efek dari gaya hidup digital, tetapi juga refleksi dari beban yang mereka tanggung setiap hari. Ada momen ketika seseorang mencoba membaca buku tetapi tidak bisa menyerap isinya, atau ketika mereka duduk di depan layar laptop selama berjam-jam tapi merasa tidak menghasilkan apa-apa.
Namun meski terlihat seperti rintangan besar, brain fog juga bisa menjadi pengingat bahwa tubuh dan pikiran membutuhkan jeda. Di balik semua kesibukan dan tekanan, ada kebutuhan untuk melambat, mengambil napas, dan menemukan kembali fokus.
Generasi Z hidup di dunia yang tidak pernah berhenti bergerak. Tapi di tengah kabut ini, selalu ada harapan bahwa dengan langkah kecil dan kesadaran diri, kejernihan pikiran bisa kembali. Brain fog mungkin bagian dari cerita mereka, tetapi itu bukan akhir dari perjalanan.